Saturday, July 19, 2008

tentang usaha melawan lupa

"...aku lupa kapan terakhir melihat kunang - kunang."
-message received from 08180735****-

sebenarnya ingin kujawab saat itu juga pesan pendek yang kamu kirimkan padaku siang ini, hanya saja kukira kapasitas layar ponselku tak akan mampu menampung segala yang ingin kukatakan padamu.

jika kamu lupa kapan terakhir kali kamu melihat kunang - kunang, kurasa akupun tak jauh beda. mungkin juga aku tak selama kamu. hanya saja memang ingatanku sangat buruk. kukira hal ini sudah sering kukatakan padamu. sejak aku mengeuthanasia memoriku, kurasa aku jadi gampang melupakan sesuatu. bayangkan saja aku lupa apa arti parang jati dalam buku bilangan fu-nya ayu utami yang sekarang bahkan belum terbaca sampai selesai. parah bukan? aku selalu kagum pada orang - orang sepertimu, yang memperlakukan ingatan tak ubahnya catatan - catatan kecil tertata di laci, dengan hati sebagai kunci. yang bisa kamu panggil ketika kamu menginginkannya. ingatanku tak ubahnya kliping - kliping tak tergunting, melainkan tersobek tak beraturan dengan beberapa bagian yang hilang. bukan tertata, melainkan berserakan. sehingga aku tak bisa memilahnya, mana yang seharusnya kuperlukan, dan mana yang seharusnya kutaruh belakangan. ingatanku muncul dan tenggelam tak beraturan. dan hati sebagai kunci? lupakan saja, ketika kukira hatiku sudah tak lagi ada gunanya.

lalu, hmm...aku hampir kehilangan fokus pembicaraan. tadi kita membahas tentang kunang - kunang ya? ketika kuterima pesanmu, aku pikir lama kelamaan kunang- kunang tak ubahnya sebagai mitos belaka. mungkin nanti anak - anak kita akan mengenalnya demikian, ketika kita saja sudah lupa kapan terakhir kali melihatnya. seperti dinosaurus, yang hanya ada di jaman purba. dan masa kini adalah purba untuk waktu yang nanti. mungkin juga dia maish berkeliaran di sekitar kita, hanya saja terang membuat kita mengacuhkannya. bukankah cahayanya hanya berharga bila gelap tiba? karena lampu kota lebih lebih menggiurkan dengan gemerlapnya. yang sayangnya, terang kebanyakan hanya akan menjemukan. lalu kita akan kembali merindukan sentimentil kunang - kunang dan bau angin malam. begitulah, kita akan kembali menginginkan apa yang telah tiada. dasar manusia.

tapi terlepas dari kita mencaci lampu kota dan modernisasi untuk kunang - kunang yang semakin jarang, memang hal itu tak bisa dihindari. kehilangan, kepergian, kepunahan, akan selalu terjadi. seperti hidup, bahkan ada waktunya untuk mati. seperti duka, yang nantinya akan menguap juga. seperti ingatan yang ingin kita kenang, yang tiba waktunya kita akan lupa. dan waktu adalah saksi dari semuanya. hanya saja kadang kamu, aku, seringkali lupa. karena waktu ada di dimensi ketiga, diluar kita berdua.

mungkin ini pula jawaban dari rayuanmu yang tak pernah tersurutkan. mungkin belum saatnya, belum saatnya aku menghapus catatan - catatan yang pernah kutuliskan. seperti yang baru saja kamu lakukan. karena aku masih berusaha untuk memperpanjang ingatan. berusaha mengabadikan hal remeh - temeh, untuk memunggungi kefanaan. ya, dengan mencatatkannya sedemikian rupa. seperti yang sekarang ini sedang kulakukan.

karena dari catatan itulah kamu dan aku tau, kita pernah berada disitu. juga kunang - kunang, terang bulan, luka, air mata, cinta, rasa, atau entah apa. ya, masing - masing orang mempunyai cara berbeda untuk menyimpan ingatan. yah, goresan ini adalah usaha untuk melawan lupa. karena seperti yang dikatakan hannibal lecter dalam red dragon,

our scars have the power to remind us that the past was real.