Friday, May 29, 2015

sekolah : satu tahun kemudian


rasanya seperti baru kemarin menulis tentang hiruk pikuk mencari sekolah buat si ghandar, tapi bulan ini sudah kenaikan kelas aja. eh, bahasa buat anak tk itu apa sih? kenaikan kelas juga kan ya? atau keaikan jenjang? ah, pokokmen begitu. dan berhubung daftar ulang sudah dilakukan desember lalu, kadang saya pikir ini juga masih pergeseran semester. :D

jadi apa kabar ghandar dalam 1 tahun sekolahnya? wah, kabarnya banyaaakkkk...

sebagai orang yg sempat mengaku sebagai blogger, di sini saya merasa benar-benar sedih. hahaha. habis boro-boro ngupdate perkembangan ghandar, nulis aja ngga pernah. sepertinya keseringan nulis buat client. :P

kembali ke ghandar. hmmm... apa yang sudah terjadi dalam 1 tahun sekolahnya?
banyak.

sekarang anaknya sudah mulai bisa bergaul, ngga lagi se- solitaire sebelumnya. atau mungkin memang dia sudah melewati fase tumbuh kembang emosinya, sehingga lebih rileks dan berani untuk berinteraksi dengan orang lain, terutama orang dewasa. karena sebelumnya dia sangat pemalu, dan penyendiri. untuk ini sih sebenarnya ngga jauh beda dari saya dan ayahnya :D nah, anaknya sekarang jauh lebih ramah dan komunikatif.

lalu, dia juga sudah mulai berkenalan dengan bahasa inggris. kalau ini sih karena sekolahnya memang memakai porsi yang lumayan banyak, sekitar 60% dari bahasa pengantarnya memakai bahasa inggris. saya tidak terlalu memusingkan ketika ghandar hanya bisa mengetahui arti beberapa kata,karena memang ini bukan prioritas di keluarga kami. nanti bisa lah belajar pelan-pelan, pada umur yang pas.

kemudian, ghandar juga sudah bisa membaca. yay!
meski untuk hal ini banyak pro dan kontra, tapi karena lagi-lagi value keluarga kami salah satunya adalah membiasakan membaca dr kecil, yaaa..akhirnya memang ghandar belajar membaca lebih awal, tidak harus menunggu ketika dia sudah mulai SD. toh, kalau dia enjoy, tak jadi masalah juga kan? dimulai dari belajar mengeja huruf - kemudian membaca judul - dan sekarang dia sudah bisa menikmati membaca 1 buku.

dibandingkan kemampuan akademis, saya dan suami lebih khawatir dengan perkembangan emosinya. kami, -setidaknya- harus membekali dengan beberapa pemahaman, atau bersiap untuk segala pertanyaan yang kadang sangat ajaib. kami tetap ingin menjadi source of information atau reference buat ghandar meski dia sudah bersekolah dan terjun di lingkungan yang majemuk dengan berbagai latar belakang yg berbeda.

berbicara tentang lingkungan majemuk, sebenarnya bukan hanya soal ras atau kemampuan ekonomi. lebih dari itu, value yang juga berbeda. jadi, pernah suatu hari si ghandar ngebet banget ingin nonton pertunjukan lumba-lumba di kompleks yang ngga jauh dari tempat tinggal kami, juga sekolahnya. ngebet karena teman-temannya sudah nonton. meskipun saya seringkali bilang ke ghandar, "ngga boleh pengenan, kan ngga semua yang kita mau bisa kita lakukan." tapi sepertinya hal itu ngga mempan jika menyoal lumba-lumba, karena dia tau biaya masuknya 15rebu dan saya punya uang sejumlah itu. apalagi, -lagilagi- teman-temannya banyak yg nonton. jadilah akhirnya saya katakan, "lumba-lumba tersebut ada di kolam kecil, yang kalau ditonton banyak orang, maka dia akan pusing." saya mulai menyelipkan rasa iba, atau cinta kasih pada makhluk hidup lainnya.

dan ternyata, dia lebih paham ini. maka tak pernah dia meminta lagi mau nonton lumba-lumba. syukurnya juga, di kelas ghandar tidak ada acara menonton lumba-lumba bersama, -karena ada kelas lain yg melakukan-, dan ini memudahkan saya menanamkan value keluarga kami.

Tuesday, May 26, 2015

#Parenting : "Kenapa Dia Begitu?"


Parenting ini yah, instead of bisa mengajari anak ini itu, kayanya lebih banyak aku yang juga harus belajar untuk melakukan ini itu sebelum mengajarinya ke anak. Atau kadang, belajar dari anak. Belajar melihat dari persepsi mereka tentang suatu hal, belajar mencerna. 
Proses belajar ini itulah yang seringkali bikin ngga sempat untuk belajar yang lebih serius, misal dengan baca buku tentang parenting. hahaha, iya..ini sih alasan aja. Boro-boro baca buku buat meningkatkan kapasitas sebagai pekerja digital ya, belajar meningkatkan kapasitas sebagai emak-emak aja kadang banyak malesnya. 
Menyoal parenting.. sekarang lagi memasuki parenting tahap "kenapa dia begini kenapa dia begitu?"
Jadi.. 
Aku sama suami ini berusaha lah jadi role modelnya dia (yaiyalah!), terutama untuk area public space. 
Misal, memperkenalkan marka jalan. Sambil nganterin dia sekolah dia suka tanya, kenapa ada pembatas jalan ? Buat apa? Lalu, kenapa ngga boleh melewati batas marka lurus? Jawaban yg paling sosial, karena itu akan mengganggu hak orang yg berlawanan arah sama kita.

Trus dia juga lagi suka baca simbol-simbol. Kenapa ngga boleh melanggar rambu2 jalan dilarang putar balik? Karena itu bisa membahayakan orang lain. Kenapa ngga boleh belok ke kanan? Karena jalannya sempit jadi ngga cukup untuk dua jalur.

Kenapa tidak boleh merokok di ruangan ini? Karena ini ruang tertutup, pakai AC, lalu udara tidak keluar dan orang lain yg tidak merokok akan menghirup asapnya blablabla.
Intinya adalah itu public space, aturan yg dibuat adalah untuk kenyamanan semua orang. Untuk mempertimbangkan orang lain. 
Dia akan terus bertanya ini ini tanda apa, kenapa begini kenapa begitu. Karena sudah bisa membaca, makin banyak lah yang ditanyakan. Sangat banyak. Kadang sebelum naik eskalator pun, dia sempetin untuk baca simbol2 dannanya-nanya.
Tapi tunggu..itu bukan bagian tersulitnya. Yang lebih sulit adalah ketika dia bertanya, "kenapa seharusnya begini, tapi orang2 itu begitu?"
Kenapa dia berputar balik di rambu2 yg ngga boleh putar balik? Kenapa dia merokok di ruangan yg ada tanda dilarang merokok. Kenapa dia buang sampah sembarangan. Kenapa dia melewati garis pembatas jalan?
Piye yho, jawaban dr pertanyaan2 itu seringkali membingungkan. Bingung menyampaikan ke anak umur 5 tahun bahwa ada hal2 yg ngga bener, dan orang2 itu tau kalau ngga bener, tapi tetap mereka lakukan. Dan kita, ngga selalu bisa jadi polisi untuk terus menerus mengatur bagaimana yg harus dilakukan setiap orang.
Bingung juga bagaimana menyampaikan bahwa kemerdekaanmu, bersinggungan dengan kemerdekaan orang lain. Bahwa cukuplah kamu tau apa yang baik dan lakukanlah. Ngga usah urusin selama itu tdk mengganggumu. Tp kalau begitu nanti, anakke egois. Piye jal?