Saturday, January 09, 2016

kehilangan 2015


“Don’t grieve. Anything you lose comes round in another form.” ~Rumi
saya percaya bahwa setiap orang membawa nasibnya sendiri-sendiri, membawa bebannya masing-masing. dan setiap orang pula, punya cara yang berbeda untuk menyikapinya. saya, bukanlah orang yang bisa panjang lebar menguraikan kehilangan. seakan kehilangan adalah rangkaian benang kusut yang menyumbat kerongkongan. ada kesedihan, ada rasa tidek terima, ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab, ada rasa pasrah, ada rasa putus asa, dan entahlah ada rasa apa lagi di situ. sebuah kekusutan yang jika saya paksa untuk diurai satu per satu, maka yang keluar hanyalah air mata. atau pada titik yang sangat sedih, bahkan air mata tidak juga keluar, karena dia menjadi bagian dari kekusutan itu sendiri.

begitulah 2015 buat saya, dan keluarga.

di awal tahun hingga pertengahan, beberapa teman kantor yang sudah seperti keluarga, satu per satu mengundurkan diri, berpindah ke kantor lainnya. selayaknya berpisah dengan keluarga, rasanya menyedihkan. meski toh tetap satu kota dan jika salah satu kami kangen, masih bisa janjian untuk bertatap muka. tapi, ditinggalkan tetaplah menyedihkan. saya dan beberapa teman tersebut selayaknya dipertemukan di sebuah perjalanan, dan pasa akhirnya dipisahkan persimpangan.

di bulan maret, ibu meninggal. meski 3 bulan lagi genap 1 tahun, tapi tidak pernah ada kata yang cukup untuk menggambarkan tentang ibu, untuk menuliskan kehilangan beliau. satu cerita, dua cerita, hanya menjadi potongan puzzle yang tidak pernah lengkap. hingga kini potongan-potongan puzzle itu menjadi semakin banyak. dari yang muncul ketika saya makan nasi bebek, makanan favorit ibu, taua hanya ketika melihat deretan jilbab dan tas di emperan toko. kehilangan ibu, melahirkan penggalan ingatan yang membuat saya semakin mengenal beliau.

tidak sampai 3 bulan, ibu mertua juga meninggal. karena sakit yang sama, diabetes militus. dengan kesedihan yang sama, dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama. jangan tanya bagaimana setelah itu. how we deal with death.

kematian, semacam menjadi pengingat untuk menikmati hari ini. untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang-orang yang disayangi. untuk hadir, be present.

dan di bulan agustus, the unborn baby has gone. baru kali ini saya merasakan terbang tinggi karena harapan, dan di saat yang tidak terduga, dihempaskan ke lubang hitam di dasar lautan. kehamilan yang berusia 9 minggu divonis blighted ovum dan harus dilakukan kuretase. rasanya? numb.

cukup? tidak. ada beberapa hal lain yang terjadi sebelum dan setelahnya. tapi sudahlah...

dengan rentetan sekian peristiwa yang menguras tenaga, air mata dan akal sehat, saya sangat bersyukur saya tidak menjalaninya sendirian. suami, yang pastinya dengan beban perasaannya sendiri selalu bisa menjadi lebih waras dan rasional. pada posisi demikian, tidak ada pilihan baginya kecuali menjadi kuat, bukan? dan saya sangat berterima kasih untuk itu. G, dengan kedewasaan yang terlalu dini, menjadi semacam pengingat untuk terus menguatkan diri. pada usia demikian dia harus berkompromi dengan banyak hal, dia belajar tentang kematian , tentang kehilangan, dan dia belajar menerima kenyataan : harapannya untuk memiliki adik dan hal-hal yang telah direncanakan, tidak terwujud. tidak di 2015.

begitulah tahun lalu buat saya, suami dan G. kami kehilangan banyak hal, sekaligus menemukan dan menumbuhkan banyak hal lainnya. kami bersedih, kami menangis, putus asa, tidak terima. tapi kami masih bersama dan masih bisa berbahagia.

semoga tahun ini menjadi lebih baik, semoga tahun ini menjadi lebih baik, dan semoga tahun ini menjadi lebih baik. amin!

so, 2016... bring it on!

No comments: